MAKALAH KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN, EKONOMI MAKRO PDF


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang harus dihadapi olehnegara-negara berkembang seperti halnya Indonesia. Jumlah penduduk yang terus meningkat tanpa diikuti pertambahan lapangan pekerjaan selalu menjadi pemicu
menjamurnya pengangguran.
      Pada kenyataannya saat ini Indonesia sangat membutuhkan generasi penerus yang terampil, mandiri dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber daya manusia berkualitas yang berfungsi sebagai tenaga pembangun Indonesia. Dalam perencanaan pembangunan, data mengenai ketenagakerjaan memegang peranan yang sangat penting. Tanpa tenaga kerja tidak mungkin proses pembangunan dapat terlaksana. Makin lengkap dan akurat data ketenagakerjaan yang tersedia makin jelas dan tepatlah rencana pembangunan dapat dibuat.
      Menyelasaikan masalah kekurangan lapangan pekerjaan bukanlah hal yang mudah tetapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan. Salah satu langkah awal yang seharusnya dilakukan adalah meneliti seberapa besar lapangan pekerjaan yang harus disediakan untuk menampung para angkatan kerja. Untuk itu perlu diperkirakan jumlah tenaga kerja yang akan didayagunakan dalam pembangunan.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Bagaimana  pengertian ketenagakerjaan dan tenaga kerja?
2.      Bagaimana  pengertian pengangguran?
3.      Bagaimana data dan analisis masalah pengangguran di Indonesia?

1.3 Tujuan

1.      Untuk mengetahui apa arti ketenagakerjaan
2.      Untuk mengetahui apa pengannguran itu
3.      Untuk mengetahui data analisis masalah pengangguran di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan, menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan masalah tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.[1]
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.[2] Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun.

2.2 Macam-Macam Tenaga Kerja

Pada dasarnya ketenagakerjaan dapat diklasifikasikan minimal menjadi tiga macam yakni tenaga kerja terdidik (skill labour), tenaga kerja terlatih (trainer labour), tenaga kerja tidak terlatih (unskill labour).
1. Tenaga kerja terdidik (skill labour)
    Tenaga kerja terdidik (skill labour) adalah tenaga kerja yang pernah memperoleh pendidikan formal dalam bidang tertentu tetapi mereka belum pernah dilatih dalam bidang tersebut. Tenaga kerja terdidik ini diidentikkan dengan tenaga kerja yang belum berpengalaman.
Keuntungan di dalam memilih tenaga kerja yang belum berpengalaman ini antara lain:
ü  Tenaga kerja yang belum berpengalaman relatif lebih murah harganya karena tidak mempunyai kekuatan posisi tawar yang tinggi terhadap balas jasa atau upah yang diinginkan.
ü  Tenaga kerja yang belum berpengalaman relatif banyak tersedia di masyarakat sehingga perusahaan akan lebih leluasa memilih tenaga kerja yang dianggap memenuhi persyaratan dan berpotensi untuk bisa ikut memajukan perusahaan.
ü  Tenaga kerja yang belum berpengalaman lebih mudah untuk dibentuk dan diarahkan sesuai dengan tujuan perusahaan.
Sedangkan kelemahannya adalah:
ü  Perusahaan harus merencanakan membuat program pelatihan tertentu kepada tenaga kerja yang belum berpengalaman agar benar-benar terampil dan menguasai di bidangnya.
ü  Perusahaan harus rela mengeluarkan sejumlah uang guna membiayai jalannya program pelatihan yang telah direncanakan.
Untuk menjadikan tenaga kerja terdidik menjadi terlatih memerlukan proses waktu yang lama sehingga hasil yang dicapai oleh perusahaan tentu tidak seperti ketika merekrut tenaga kerja terlatih.
2. Tenaga kerja Terlatih (trained labour)
    Yang dimaksud tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang telah bekerja dan pernah mengikuti latihan sesuai dengan bidangnya, misalnya seorang yang telah menamatkan studinya dalam bidang akuntansi, maka mereka dapat digolongkan sebagai tenaga kerja terlatih. Tenaga kerja terlatih ini dapat disamakan dengan tenaga kerja yang sudah berpengalaman.
Keuntungan dalam memilih tenaga kerja yang sudah berpengalaman ini antara lain:
ü  Tenaga kerja yang sudah berpengalaman mempunyai tingkat produktivitas tinggi sehingga dapat secara langsung memberikan sumbangan yang besar bagi perusahaan.
ü  Tenaga kerja yang sudah berpengalaman ini tidak memerlukan pelatihan khusus dan hanya memerlukan penyesuaian-penyesuaian tertentu sehingga perusahaan tidak perlu membuat program pelatihan seperti yang terjadi pada tenaga kerja yang belum berpengalaman.
ü  Sebagai akibatnya perusahaan tidak harus mengeluarkan biaya untuk pelatihan khusus bagi tenaga kerja yang sudah berpengalaman tersebut.
Sedangkan kelemahannya adalah :
ü  Tenaga kerja yang sudah berpengalaman ini pada dasarnya lebih sulit diperoleh atau didapat karena jumlahnya tidak banyak.
ü  Tenaga kerja yang sudah berpengalaman mempunyai daya tawar tinggi terhadap balas jasa atau upah yang diinginkan. Dengan demikian untuk mendapatkannya perusahaan harus siap memberikan imbalan yang cukup besar.
ü  Tenaga kerja yang sudah berpengalaman pada umumnya sudah terbentuk karakternya dan sudah jadi sehingga jika terjadi ketidaksesuaian dengan keinginan perusahaan biasanya sulit untuk diarahkan dan dibelokkan.
3. Tenaga kerja tidak terlatih (unskill labour)
    Yang dimaksud tenaga kerja tidak terlatih adalah tenaga kerja di luar tenaga kerja terdidik dan juga tenaga kerja terlatih. Tenaga kerja tidak terlatih ini merupakan bagian terbesar dari seluruh tenaga kerja yang ada. Mereka umumnya hanya mengenyam pendidikan formal pada tataran tingkat bawah dan tidak mempunyai keahlian yang memadai karena memang belum ada pengalaman kerja, sehingga pekerjaan yang dikerjakannyapun umumnya tidak memerlukan keahlian secara spesifik. Misalnya seorang pelajar (Tingkat Sekolah Dasar, Tingkat Sekolah Menengah, Tingkat Sekolah Lanjutan Atas) droup out, maka mereka dapat digolongkan pada tenaga kerja tidak terlatih.
Keuntungan di dalam memilih tenaga kerja yang tidak terlatih antara lain:
ü  Tenaga kerja yang tidak terlatih ini sangat murah harganya karena di samping tidak mempunyai pendidikan formal tingkat tinggi juga keterampilan yang dimiliki tidak ada. Dengan demikian posisi kekuatan tawar menawar menjadi sangat lemah dibanding dengan tenga kerja terdidik dan tenaga kerja terlatih.
ü  Tenaga kerja yang tidak terlatih ini paling banyak tersedia di masyarakat, bahkan melebihi dari kapasitas tenaga kerja yang dibutuhkan, sehingga perusahaan akan sangat leluasa sekali untuk memilih tenaga kerja yang dianggap benar-benar memenuhi persyaratan dan berkomitmen untuk ikut mengembangkan perusahaan.
ü  Tenaga kerja yang tidak terlatih ini sangat mudah untuk diarahkan sesuai tujuan perusahaan.
Sedangkan kelemahannya adalah :
ü  Tenaga kerja yang tidak terlatih ini hanya dapat menjalankan perkerjaan yang bersifat umum dan tidak memerlukan keahlian.
ü  Tenaga kerja tidak terlatih ini hanya dapat menjalankan pekerjaan yang bersifat rutin dan umunya tingkat inisiatif daya kreativitasnya rendah sehingga bila terjadi kendala di lapangan mereka akan merasa kesulitan untuk mencari jalan keluarnya
ü  Tenaga kerja tidak terlatih ini kurang bisa menjalankan tugas dan tanggungjawabnya, sehingga perlu pengawasan yang lebih teratur dari pihak perusahaan.

2.3 Pengertian pengangguran

Definisi pengangguran menurut para ahli:
menurut Sadono Sukirno Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.[3]
Menurut Payman J. Simanjuntak Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.[4]

2.4 Macam-macam pengangguran

Secara garis besar, pengangguran dapat dibedakan menjadi dua golongan, menurut lama waktu kerja dan menurut penyebabnya.
1)      Jenis pengangguran menurut waktu kerja
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
ü  Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. Contoh : suatu kantor mempekerjakan 10 orang karyawan padahal pekerjaan dalam kantor itu dapat dikerjakan dengan baik walau hanya dengan 8 orang karyawan saja,sehingga terdapat kelebihan 2 orang tenaga kerja. Orang-orang semacam ini yang disebut dengan pengangguran terselubung.
ü  Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. Contoh : seorang buruh bangunan yang telah menyelesaikan pekerjaan di suatu proyek untuk sementara menganggur sambil menunggu proyek berikutnya.
ü  Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
2)      Jenis Pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya :
         Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
ü  Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
ü  Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh ketidakcocokan antara keterampilan (kualifikasi) tenaga kerja yang dibutuhkan dan keterampilan tenaga kerja yang tersedia.Perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang merupakan latar belakang ketidakcocokan itu.
ü  Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja (pergantian pekerjaan atau pergeseran tenaga kerja). Pengangguran ini muncul dari kemauan tenaga kerja yang bersangkutan. Ia menganggur untuk sementara waktu dalam rangka mencari pekerjaan yang lebih baik, menantang dan menunjang karirnya. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
ü  Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
ü  Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
ü  Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand). Contoh : suatu saat perekonomian suatu negara mengalami masa pertumbuhan (menaik).Di saat lain, mengalami resesi (menurun) atau bahkan depresi.Pada saat krisis ekonomi, daya beli masyarakat menurun sehingga tingkat permintaan terhadap barang dan jasa juga menurun.Turunnya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa memaksa produsen untuk menurunkan kegiatan produksi.Produsen melakukan ini antara lain dengan cara mengurangi pemakaian faktor produksi, termasuk tenaga kerja.

2.5 Sebab-sebab pengangguran

Pengangguran dapat terjadi karena beberapa sebab diantaranya:
1.    Pengaruh Musim
         Perubahan musim terjadi bukan hanya disektor pertanian saja. Tetapi  sektor terjadi juga pada sektor lain. Pada liburan dan tahun baru, misalnya suasana sektor jasa tansportasi dan pariwisata menjadi sangat sibuk dibanding dengan hari-hari biasa. Begitu pula hari menjelang, sedang dan bulan suci Ramadhan, nampak permintaan antara barang dan jasa meningkat dan selanjutnya akan membawa dampak otomatis terhadap permintaan tenaga kerja disektor yang bersangkutan.
2.      Adanya hambatan (ketidak lancaran) bertemunya pencari kerja dan lowongan kerja
         Jenis pengangguran ini biasanya terjadi karena hambatan teknis (misalnya waktu dan tempat). Sering terjadi pencari kerja tidak mendapat informasi yang lengkap tentang lowongan kerja. Sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk mendapat lowongan pekerjaan tersebut. Pilihannya adalah tidak bekerja. Karena kondisi sudah tidak kondusif lagi.
3.      Rendahnya Aliran Investasi
         Investasi merupakan komponen aggregate demand yang mempunyai daya ungkit terhadap perluasan tenaga kerja. Perubahan investasi membawa dampak output (pendapatan). Secara otomatis meningkatnya output akan membutuhkan sumberdaya untuk proses produksi (modal, tenaga kerja, dan input lainnya). Dengan demikian permintaan tenaga kerja akan meningkat dengan adanya peningkatan dan pengeluaran otonom tadi.
4.      Rendahnya Tingkat Keahlian
         Keahlian dan produktifitas sangan erat. Orang yang memiliki keahlian akan memiliki produktifitas tinggi karena ia mampu memanfaatkan dirinya pada aktivitas ekonomi produktif. Untuk meningkatkan keahlian dapat dilakukan dengan cara diantaranya adalah melalui pendidikan, atihan, magang, pendidikan formal, membangkitkan kecerdasan tenaga kerja lewat pembinaan motifasi kerja.
5.      Diskriminasi
         Diskriminasi bukan hanya pada warna kulis saja, tetapi pada tingkat pendidikan, ekonomi, hukum, agama dan lainnya. Misalnya bila pendidikan dan pengembangan SDM tidak diberikan seluas-luasnya kepada publik, dampak selanjutnya adalah terpuruknya sumber SDM. Dan dalam jangka panjang kesempatan akan sulit diraih oleh tenaga kerja.
6.      Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi
7.      Budaya pilih-pilih pekerjaan
Pada dasarnya setiap orang ingin bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikan. Dan lagi ditambah dengan sifat gengsi maka tak heran kebanyakan yang ditemukan di Indonesia bukan pengangguran terselubung, melainkan pengangguran terbuka yang didominasi oleh kaum intelektual (berpendidikan tinggi).
8.      Pemalas
Selain budaya memilih-milih pekerjaan,budaya (negatif) lain yang menjamur di Indonesia adalah budaya malas. Malas mencari pekerjaan sehingga jalan keluar lain yang ditempuh adalah dengan menyogok untuk mendapatkan pekerjaan.
9.      Tidak mau ambil resiko
“Saya bersedia tidak digaji selama 3 bulan pertama jika diterima bekerja di kantor bapak. Dengan demikian bapak tidak akan rugi. Jika bapak tidak puas dengan hasil kerja saya selama 3 bulan tersebut, bapak bisa pecat saya.” Adakah yang berani mengambil resiko seperti itu? Kami yakin sedikit sekali. Padahal kalau dipikir-pikir itu justru menguntungkan si pencari kerja selama 3 bulan tersebut ia bisa menimba pengalaman sebanyak-banyaknya. Meskipun akhirnya dipecat juga, toh dia sudah mendapat pengalaman kerja 3 bulan.

2.6 Dampak pengangguran

Dampak yang ditimbulkan dari adanya pengangguran di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Timbulnya kemiskinan. Dengan menganggur, tentunya seseorang tidak akan bisa memperoleh penghasilan. Bagaimana mungkin ia bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Seseorang dikatakan miskin apabila pendapatan perharinya dibawah Rp 7.500 perharinya (berdasarkan standar Indonesia) sementar berdasarkan standar kemiskinan PBB yaitu pendapatan perharinya di bawah $2 (sekitar Rp 17.400 apabila $1=Rp 8.700).
2.      Pengangguran Dapat Menghilangkan Keterampilan, Karena Tidak Digunakan Apabila Tidak Bekerja / Produktivitas. Tenaga kerja akan menurun produktivitasnya jika tidak dimanfaatkan. Peningkatan rasa frustasi, patah semangat, dan perasaan tidak berdaya, yang terjadi pada pengangguran, dalam jangka panjang akan menimbulkan sikap masa bodoh. Para penganggur tidak mampu mengelola dirinya dan tidak mampu menangkap peluang secepatnya . mereka “tidak siap bekerja”, jadi pengalaman dan pelatihan yang telah diperoleh sebelumnya , apalagi dengan biaya yang besaar pula menjadi sia-sia. Jadi keterampilan yang diperoleh hilang, karena tidak digunakan apabila tidak bekerja.
3.      Makin beragamnya tindak pidana kriminal. Seseorang pasti dituntut untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam hidupnya terutama makan untuk tetap bisa bertahan hidup. Namun seorang pengangguran dalam keadaan terdesak bisa saja melakukan tindakan criminal seperti mencuri, mencopet, jambret atau bahkan sampai membunuh demi mendapat sesuap nasi.
4.      Bertambahnya jumlah anak jalanan, pengemis, pengamen, perdagangan anak dan sebagainya. Selain maraknya tindak pidana krimanal, akan bertambah pula para pengamen atau pengemis yang kadang kelakuannya mulai meresahkan warga. Karena mereka tak segan-segan mengancam para korban atau bisa melukai apabila tidak diberi uang.
5.      Pengangguran akan Menimbulkan Ketidakstabilan Sosial dan Politik. Hal ini terjadi karena adanya ketidaksinambungan antara pemerintah itu sendiri dengan masyarakatnya, sehingga kontak social dan politik yang ada, tidak berlangsung dengan baik. Dalam arti pemerintah mengabaikan aspirasi masyarakat atau tidak menanggulangi pengangguran yang ada dalam masyarakat, sehingga masyarakat menginginkan turun tangan dari pemerintah. Tetapi pemerintah itu sendiri tidak memikirkan beban yang ditanggung masyarakat. Sehingga terjadi perbedaan antara pemeritah dengan masyarakat. Masalah seperti bisa memunculkan kekacauan sosial dan politik seperti terjadinya demonstrasi dan perebutan kekuasaan.
6.      Terganggunya kondisi psikis seseorang. Misalnya, terjadi pembunuhan akibat masalah ekonomi, terjadi pencurian dan perampokan akibat masalah ekonomi, rendahnya tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, kasus anak-anak terkena busung lapar.
7.      Penurunan Pendapatan Perkapita / Penerimaan Negara. Semakin besar jumlah pengangguran maka, semakin menurun pendapatan perkapita Negara dari pajak penghasilan. Begitu pendapatan menurun , semakin menurun pula kemampuan pemerintah melayani kebutuhan warganya. Pengangguran yang semakin tinggi membuat pendapatan dan pengeluaran mereka tidak seimbang, pastilah pengeluaran akan semakin tinggi sedangkan pendapatan rendah bahkan mungkin tidak ada pendapatan.sehingga,Penurunan Pendapatan Pemerintah yang berasal dari sektor pajak.
8.      Meningkatnya Biaya Sosial Yang Harus Dikeluarkan Oleh Pemerintah. Pengangguran mengakibatkan masyarakat harus menanggung sejumlah biaya social , antara lain ada kaitan erat antara peningkatan pengangguran dan kejahatan. Selain itu, masyarakat harus menanggung biaya social biaya pengangguran melalui peningkatan tugas-tugas medis yang berkaitan dengan perawatan psikologis, peningkatan kualitas pengamanan wilayah, dan peningkatan volume peradilan karena meningkatnya tindak kejahatan.

2.7  Solusi mengatasi pengangguran

      Pengangguran dapat dihambat pertumbuhannya  dengan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1.      Memperluas dan membuka lapangan pekerjaan. Salah satunya bisa diwujudkan dengan memberdayakan sektor informal padat karya, home industry.
2.      Menciptakan pengusaha-pengusaha baru. Diharapkan dengan demikian para lulusan sekolah ataupun perguruan tinggi tidak hanya memiliki tujuan sebagai pegawai saja, namun lebih baik apabila mereka membuat usaha-usaha yang dapat menyerap tenaga kerja sehingga dengan demikian membantu pemerintah dalam mengatasi jumlah pengangguran yang kian banyak. Dan bisa kita lihat akhir-akhir ini, sudah banyak sekali lulusan muda berbakat yang sukses melakukan kegiatan usaha.
3.      Mengadakan bimbingan, penyuluhan dan keterampilan tenaga kerja, menambah keterampilan, dan meningkatkan pendidikan.
4.      Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat atau sector ekonomi yang kekurangan
5.      Pemerintah memberikan bantuan wawasan, pengetahuan dan kemampuan jiwa kewirausahaan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berupa bimbingan teknis dan manajemen memberikan bantuan modal lunak jangka panjang, perluasan pasar. Serta pemberian fasilitas khusus agar dapat tumbuh secara mandiri dan andal bersaing di bidangnya.Mendorong terbentuknya kelompok usaha bersama dan lingkungan usaha yang menunjang dan mendorong terwujudnya pengusaha kecil dan menengah yang mampu mengembangkan usaha, menguasai teknologi dan informasi pasar dan peningkatan pola kemitraan UKM dengan BUMN, BUMD, BUMS dan pihak lainnya.
6.      Segera melakukan pembenahan, pembangunan dan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya daerah yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia.
7.      Segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Seperti PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan terdata dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci.
8.      Segera menyederhanakan perizinan dan peningkatan keamanan karena terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing maupun Penanaman Modal Dalam Negeri. Hal itu perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang pertumbuhan iklim investasi yang kondusif untuk menciptakan lapangan kerja.
9.      Mengembangkan sektor pariwisata dan kebudayaan Indonesia (khususnya daerah-daerah yang belum tergali potensinya) dengan melakukan promosi-promosi keberbagai negara untuk menarik para wisatawan asing, mengundang para investor untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan pengembangan kepariwisataan dan kebudayaan yang nantinya akan banyak menyerap tenaga kerja daerah setempat.


10.  Melakukan program sinergi antar BUMN atau BUMS yang memiliki keterkaitan usaha atau hasil produksi akan saling mengisi kebutuhan. Dengan sinergi tersebut maka kegiatan proses produksi akan menjadi lebih efisien dan murah karena pengadaan bahan baku bisa dilakukan secara bersama-sama. Contoh, PT Krakatau Steel dapat bersinergi dengan PT. PAL Indonsia untuk memasok kebutuhan bahan baku berupa pelat baja.
11.  Dengan memperlambat laju pertumbuhan penduduk (meminimalisirkan menikah pada usia dini) yang diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan sisi angkatan kerja baru atau melancarkan sistem transmigrasi dengan mengalokasikan penduduk padat ke daerah yang jarang penduduk dengan difasilitasi sektor pertanian, perkebunan atau peternakan oleh pemerintah.
12.  Menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi secara ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil. Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
13.  Segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan yang berorientasi kompetensi. Karena sebagian besar para penganggur adalah para lulusan perguruan tinggi yang tidak siap menghadapi dunia kerja.
14.  Segera mengembangkan potensi kelautan dan pertanian. Karena Indonesia mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim dan agraris. Potensi kelautan dan pertanian Indonesia perlu dikelola secara baik dan profesional supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif.

2.8 Masalah ketenagakerjaan dan pengagguran di Indonesia

A.    Data dan Analisis
Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2016[5]
Agustus 2016: Tingkat Pengangguran Terbuka (Tpt) Sebesar 5,61 Persen

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2016 Dibanding Agustus 2015
R      Pada Agustus 2016, jumlah angkatan kerja sebesar 125,44 juta orang naik sebanyak 3,06 juta orang dibandingkan Agustus 2015.
R      Jumlah penduduk bekerja meningkat sebanyak 3,59 juta orang.
R      Jumlah penganggur turun sebanyak 530 ribu orang.
R      Hampir semua sektor mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja, kecuali Sektor Konstruksi turun sebanyak 230 ribu orang (2,80 persen). Kenaikan jumlah tenaga kerja terutama di Sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 1,52 juta orang (8,47 persen), Sektor Perdagangan sebanyak 1,01 juta orang (3,93 persen), dan Sektor Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi sebanyak 500 ribu orang (9,78 persen).
R      Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami peningkatan sebesar 0,58 persen poin.
R      TPT mengalami penurunan sebesar 0,57 persen poin.


            1. Angkatan Kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
            Angakatan kerja mencerminkan jumlah penduduk yang secara aktual siap memberikan kontribusi terhadap produksi barang dan jasa si suatu wilaya/negara. Pada Agustus 2016 terdapat 125,44 juta orang angkatan kerja, terdiri dari 118,41 juta orang penduduk berkerja dan 7,03 juta orang penganggur. Dibandingkan Agustus 2016, jumlah penduduk bekerja naik sebesar 3,59 juta orang dan jumlah penganggur turun sebesar 530 ribu orang, sehingga jumlah  angkatan kerja naik sebanyak 3,06 juta orang.

            Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menggambarkan persentase penduduk usia kerja (usia 15 tahun ke atas) yang berpartisipasi aktif di pasar kerja. TPAK pada Agustus 2016 sebesar 66,34 persen diartikan bahwa dari 100 penduduk usia kerja masih menunjukkan adanya kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan. Pada Agustus 2016, TPAK laki-laki sebesat 81,97 persen sementara TPAK perempuan hanya sebesar 50,77 persen. Dibanding kondidi setahun lalu, TPAK laki-laki mengalami penurunan sebesar 0,74 persen poin  sedangkan TPAK perempuan mengalami kenaikan sebesar 1,90 persen poin.

     2.       Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
          Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2016 sebesar 5,61 persen yang berarti dari 100 angkatan kerja terdapat sekitar 5 hingga 6 orang pengangguran. Jika dibandingkan kondisi setahun yang lalu (Agustus 2015) TPT mengalami penurunan sebesar 0,57 persen poin.
          Pola yang ada hingga saat ini, TPT di daerah perkotaan selalu lebih tinggi daripada di daerah pedesaan. Pada Agustus 2016, TPT perkotaan sebesar 6,60 persen dan TPT pedesaan sebesar 4,51 persen. Dalam setahun terakhir, TPT perkotaan maupun TPT pedesaan mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,71 persen poin dan 0,42 persen poin (tabel 1)




Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (persen), 2014-2016


PendidikanTertinggi yang Ditamatkan
2014


2015


2016











Agustus

Februari
Agustus

Februari
Agustus















(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)


SD ke bawah
3,04
3,61
2,74
3,44
2,88


Sekolah Menengah Pertama
7,15
7,14
6,22
5,76
5,75


Sekolah Menengah Atas
9,55
8,17
10,32
6,95
8,73


Sekolah Menengah Kejuruan
11,24
9,05
12,65
9,84
11,11


Diploma I/II/III
6,14
7,49
7,54
7,22
6,04

          TPT untuk pendidikan Sekolah Menengah Atas Kejuruan menempati posisi tertinggi(11,11 persen), disusul oleh TPT Sekolah Mengah Atas (8,73 persen).Sementara TPT terendah terdapat pada tingkat pendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 2,88 persen. Hal ini dikarenakan mereka yang berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apapun, sementara mereka yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih pekerjaan yang sesuai. Apabila dibandingkan keadaan Agustus 2015, TPT mengalami penurunan hampir di semua jenjang pendidikan kecuali pada tingkat pendidikan SD ke bawah meningkat sebesar 0,14 persen poin.

3. Karakteristik Penduduk Bekerja
              3.a.    Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
          Kualitas penduduk bekerja dapar dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan. Pada Agustus 2016, penduduk bekerja paling banyak berpendidikan rendah (SMP kebawah) yaitu mencapai 60,24 persen. Perbaikan kualitas penduduk bekerja ditunjukkan oleh cenderung menurunnya penduduk bekerja berpendidikan rendah (SMP ke bawah) dan meningkatnya penduduk bekerja berpendidikan menengah (SMA dan SMK) dan tinggi (Diploma dan Universitas). Dalam setahun terakhir, persentase penduduk bekerja berpendidikan rendah (SMP ke bawah) turun dari 62,30 persen pada Agustus 2015 menjadi 60,24 persen pada Agustus 2016. Sementara persentasu penduduk bekerja bependidikan menengah dan tinggi meningkat masing-masing sebesar 0,83 persen poin dan 1,23 persen poin.
              3.b.   Lapangan Pekerjaan
          Struktur lapangan pekerjaan hingga Agustus 2016 tidak mengalami perubahan. Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, Sektor Jasa Kemasyarakatan, dan Sektor Industri masih menjadi penyumbang terbear penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Grafik 2
Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (Juta Orang) Agustus 2015 dan Agustus 2016
 

\












          Jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2015, jumlah penduduk bekerja mengalami kenaikan pada hampir semua sektor, kecuali sektor Kontruksi. Peningkatan jumlah tenaga kerja terutama di Sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 1,52 juta orang (8,47 persen), sektor Perdagangan sebanyak 1,01 juta orang (3,39 persen), dan sektor Transportasi, pergudangan, dan Komunikasi sebanyak 500 ribu orang (9,78 persen). Sedangkan Sektor Konstruksi berkurang sebanyak 230 ribu orang (2,80 persen).
              3.c.    Kegiatan Formal/Informal
          Secara sederhana kegiatan formal dan Informal dari pendidik bekerja dapat diindentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Pekerja formal mencakup status berusaha dengan dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, maka pada Agustus 2016 sebesar 42,40 persen penduduk bekerja pada kegiatan formal dan 57,60 persen bekerja pada kegiatan informal. Dibandingkan kondisi Agustus 2015 persentase pekerja informal turun dari 57,76 persen menjadi 57,60 persen pada Agustus 2016.

Grafik 3
Persentase Penduduk Bekerja Menurut Kegiatan Formal/Informal 2014-2016
             


              3.d.    Pekerja Penuh/Tidak Penuh
          Jumlah penduduk bekerja menurut jam kerja dari waktu ke waktu tidak mengalami perubahan berarti. Pada Agustus 2016, jumlah pekerja penuh dengan jam kerja lebih besar atau sama dengan 35 jam sebesar 86,18 juta orang (72,78 persen). Sisanya merupakan pekerja tidak penuh dengan jam kerja kurang dari 35 jam, terdiri dari 23,26 juta orang (19,64 persen) pekerja paruh waktu dan 8,97 juta orang (7,58 persen) adalah setengah penganggur. Setengah penganggur adalah mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan mereka masih mencari atau menerima pekerjaaan tambahan. Dibandingkan setahun yang lalu (Agustus 2015), jumlah setengah penganggur mengalami penurunan sebesar 770 ribu orang.
Grafik 4
Jumlah Pekerja Penuh, Paruh Waktu, dan Setengah Penganggur (juta orang), 2014-2016

        




Lampiran 1
Tabel Karekteristik Penduduk Bekerja, 2014-2016

Karakteristik Penduduk Bekerja
Satuan
2014
2015
2016

Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus




(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Pendidikan Tertinggi yang







Ditamatkan







SD ke Bawah
Juta orang
53,96
54,61
50,83
52,43
49,97

Sekolah Menengah Pertama
Juta orang
20,35
21,47
20,70
21,48
21,36

Sekolah Menengah Atas
Juta orang
18,58
19,81
19,81
20,71
20,41

Sekolah Menengah Kejuruan
Juta orang
10,52
11,80
10,84
12,34
12,17

Diploma I/II/III
Juta orang
2,96
3,14
3,08
3,20
3,41

Universitas
Juta orang
8,26
10,02
9,56
10,49
11,09

Jumlah
Juta orang
114,63
120,85
114,82
120,65
118,41

Lapangan Pekerjaan Utama







Pertanian
Juta orang
38,97
40,12
37,75
38,29
37,77

Industri
Juta orang
15,26
16,38
15,25
15,97
15,54

Konstruksi
Juta orang
7,28
7,72
8,21
7,71
7,98

Perdagangan
Juta orang
24,83
26,65
25,68
28,50
26,69

Transportasi, Pergudangan, dan
Juta orang
5,11
5,19
5,11
5,19
5,61

Komunikasi








Keuangan
Juta orang
3,03
3,65
3,27
3,48
3,53

Jasa Kemasyarakatan
Juta orang
18,42
19,41
17,94
19,79
19,46

Lainnya
Juta orang
1,73
1,73
1,61
1,72
1,83

Jumlah
Juta orang
114,63
120,85
114,82
120,65
118,41

Status Pekerjaan Utama







Berusaha sendiri
Juta orang
20,49
21,65
19,53
20,39
20,01

Berusaha dibantu buruh tidak
Juta orang
19,27
18,80
18,19
21,00
19,45

tetap








Berusaha dibantu buruh tetap
Juta orang
4,18
4,21
4,07
4,03
4,38

Buruh/Karyawan/Pegawai
Juta orang
42,38
46,62
44,43
46,30
45,83

Pekerja bebas di pertanian
Juta orang
5,09
5,08
5,09
5,24
5,50

Pekerja bebas di nonpertanian
Juta orang
6,41
6,80
7,45
7,00
6,97

Pekerja keluarga/tak dibayar
Juta orang
16,81
17,69
16,06
16,69
16,27

Jumlah
Juta orang
114,63
120,85
114,82
120,65
118,41

Jumlah Jam Kerja per Minggu







1–7
Juta orang
1,50
1,99
1,39
2,38
1,70

8–14
Juta orang
5,19
5,55
5,07
6,16
5,04

15–24
Juta orang
13,72
13,16
13,05
13,10
11,77

25–34
Juta orang
15,36
14,98
14,80
14,69
13,72

1–34
Juta orang
35,77
35,68
34,31
36,33
32,23

≥ 35  1)
Juta orang
78,86
85,17
80,51
84,32
86,18

Jumlah
Juta orang
114,63
120,85
114,82
120,65
118,41

Catatan: 1) termasuk sementara tidak bekerja









Lampiran 2
Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi (persen). 2014-2016

Provinsi
2014

2015

2016


Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus





(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)


Aceh
9,02
7,73
9,93
8,13
7,57


Sumatera Utara
6,23
6,39
6,71
6,49
5,84


Sumatera Barat
6,50
5,99
6,89
5,81
5,09


Riau
6,56
6,72
7,83
5,94
7,43


Jambi
5,08
2,73
4,34
4,66
4,00


Sumatera Selatan
4,96
5,03
6,07
3,94
4,31


Bengkulu
3,47
3,21
4,91
3,84
3,30


Lampung
4,79
3,44
5,14
4,54
4,62


Bangka Belitung
5,14
3,35
6,29
6,17
2,60


Kepulauan Riau
6,69
9,05
6,20
9,03
7,69


DKI Jakarta
8,47
8,36
7,23
5,77
6,12


Jawa Barat
8,45
8,40
8,72
8,57
8,89


Jawa Tengah
5,68
5,31
4,99
4,20
4,63


DI Yogyakarta
3,33
4,07
4,07
2,81
2,72


Jawa Timur
4,19
4,31
4,47
4,14
4,21


Banten
9,07
8,58
9,55
7,95
8,92


Bali
1,90
1,37
1,99
2,12
1,89


Nusa Tenggara Barat
5,75
4,98
5,69
3,66
3,94


Nusa Tenggara Timur
3,26
3,12
3,83
3,59
3,25


Kalimantan Barat
4,04
4,78
5,15
4,58
4,23


Kalimantan Tengah
3,24
3,14
4,54
3,67
4,82


Kalimantan Selatan
3,80
4,83
4,92
3,63
5,45


Kalimantan Timur
7,38
7,17
7,50
8,86
7,95


Kalimantan Utara
-
5,79
5,68
3,92
5,23


Sulawesi Utara
7,54
8,69
9,03
7,82
6,18


Sulawesi Tengah
3,68
2,99
4,10
3,46
3,29


Sulawesi Selatan
5,08
5,81
5,95
5,11
4,80


Sulawesi Tenggara
4,43
3,62
5,55
3,78
2,72


Gorontalo
4,18
3,06
4,65
3,88
2,76


Sulawesi Barat
2,08
1,81
3,35
2,72
3,33


Maluku
10,51
6,72
9,93
6,98
7,05


Maluku Utara
5,29
5,56
6,05
3,43
4,01


Papua Barat
5,02
4,61
8,08
5,73
7,46


Papua
3,44
3,72
3,99
2,97
3,35










Total
5,94
5,81
6,18
5,50
5,61





























BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

                 Dari paparan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa bertambahnya pertumbuhan manusia, maka semakin banyak manusia membutuhkan lapangan pekerjaan untuk kelangsungan hidup sedangkan ketenagakerjaan tidak memadai dalam pengalokasian potensi dari tenaga kerja sehingga mengakibatkan pengangguran. Maka dari itu, sangat diperlukan untuk negara berkembang meningkatkan sumber daya manusia melalui berbagai pendidikan dan pelatihan.





















DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2013. Surabaya Dalam Angka. Surabaya: Badan Pusat Statistik. Djojohadikusumo, Sumitro. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: PT. Pembangunan.
Berita Resmi Statistik No. 103/11/Th. XIX, 07 November 2016
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab/article/view/326/244
Ibrahim,Zain. 2013. Pengantar Ekonomi Makro . Serang: LP2M IAIN.
Simanjuntak, J, Payaman. 1993. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Subdirektorat statistik ketenagakerjaan. 2016. keadaan angkatan kerja Agustus 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Sukirno,Sadono. 2011. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali.
Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Yogyakarta: Edisi Kedua BPFE - UGM.
Todaro, Michael P. 1994. Ekonomi Untuk Negara Berkembang. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
Wignjosoebroto, Sritomo. 1993. Pengantar Teknik Industri. Jakarta: PT. Guna Widya. Winardi. 1991. Ekonomi Mikro. Bandung: Mandar Maju.


[1] Undang-undang  No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 ayat 1
[2] Undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 ayat 2
[3] SadonoSukirno, Makro Ekonomi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 13.
[4] Simanjuntak, J, Payaman, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. (jakarta : F. Ekonomi UI), 1993
[5] Subdirektorat statistik ketenagakerjaan, keadaan angkatan kerja Agustus 2016, (Jakarta ; Badan Pusat Statistik)

Comments

Popular posts from this blog

MATERI BAHASA JAWA KELAS XII SEMESTER 1

Kebugaran Jasmani Beserta Unsur - Unsurnya

MENGENAL DEPRESI